Memburuknya Kualitas Demokrasi

Harian Media Indonesia, Edisi Cetak Pagi-Forum 25 Juli 2008

Oleh:Yohanes.A.D.Fernandez

Multipartai dianggap oleh sebagian kalangan sebagai manifestasi nilai-nilai demokrasi. Dasar argumennya adalah hak setiap warga negara untuk berpartisipasi secara politik yang dijamin oleh UUD 45. Paska kejatuhan rezim Orde Baru, sistem multipartai yang pernah diterapkan pada Pemilu tahun 1955 kembali dicanangkan pada tahun 1999. Tercatat 48 partai politik bertarung pada Pemilu waktu itu, namun era baru multipartai ini ditanggapi sinis oleh sebagian pihak.
Transisi sistem Pemilu dari tripartai menjadi multipartai dinilai sulit diadaptasi oleh masyarakat awam. Masyarakat, khususnya yang berpendidikan rendah dan lansia, sangat kesulitan mengenali partai politik yang ingin dipilih. Maka yang terjadi adalah asal pilih yang justru jauh dari nilai demokrasi. Seharusnya masyarakat secara sadar berusaha untuk mencari tahu informasi yang komprehensif tentang parta-partai politik yang ingin dipilih, namun banyaknya parpol tidak memungkinkan hal itu terwujud. Pada konteks ini terjadilah paradoks. Multipartai yang semula mengusung nilai demokrasi, justru dapat menyebabkan buruknya kualitas demokrasi.

Bercermin dari pengalaman tersebut, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) berusaha melakukan verifikasi secara ketat dan hanya menyisakan 24 partai politik yang dapat mengikuti Pemilu tahun 2004. Pengurangan jumlah partai politik ini diharapkan dapat menghasilkan pemilih yang kritis, namun pengumuman nama ke 34 partai politik yang lolos verifikasi faktual dan berhak mengikuti Pemilu tahun 2009 memupus harapan tersebut.

Selain memupus harapan akan pemilih yang cerdas dan kritis, jumlah parpol yang bertambah banyak juga menyisahkan kekhawatiran lain. Berbagai kekecewaan terhadap pemerintah dan parpol dapat mempengaruhi rendahnya antusiame masyarakat terhadap Pemilu kali ini. Indikasinya dapat dilihat dari meningkatnya golongan putih (golput) pada beberapa pilkada terakhir. Kondisi ini semakin diperparah dengan jumlah partai politik yang bertambah banyak, sehingga makin meningkatkan jumlah golongan putih (golput) pada Pemilu tahun 2009. Masyarakat yang memilih pun semakin malas untuk mengkritisi berbagai parpol tersebut, sehingga cara asal pilih pun tetap dilakukan. Mungkin kondisi ini sangat menguntungkan parpol yang menempati nomor urut awal, walaupun komitmennya terhadap kesejahteraan rakyat belum terbukti.

Sungguh ironis karena masyarakat yang kebingungan seperti memilih kucing dalam karung. Hasilnya akan menentukan masa depan Indonesia selama 5 tahun ke depan. Jika kondisinya demikian, maka dipastikan kualitas demokrasi di Indonesia semakin buruk. Legitimasi hasil Pemilu pada tahun 2009 pun sangat diragukan. Paradoks multipartai ini menandakan bahwa demokrasi di Indonesia masih sangat muda dan memerlukan waktu untuk menjadi dewasa.

sumber gambar: http://www.trinanda.wordpress.com

Lihat Forum Media Indonesia

Leave a comment