Latest

HIGHLIGHT

Telah Terbit Buku Perdana Saya

Cover-12%20b%20bener[1]

 

Judul buku : NTT 100% INDONESIA
Penulis : Yohanes Apriano Fernandez
Penerbit : Halaman Moeka
Tebal buku : 152 halaman
Cetakan pertama : Juli 2013
ISBN:978-602-269-015-3                                                                                                                    

***

Kumpulan kisah (18 kisah) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dihadirkan dalam buku ini ingin menunjukkan beberapa sisi tentang sejarah, budaya, kehidupan dan pemikiran orang NTT yang selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari Bangsa Indonesia.

Provinsi kepulauan yang terletak di Tenggara Indonesia ini mungkin tidak pernah tersimpan dalam benak masyarakat Indonesia pada umumnya, namun kisah-kisah dalam buku ini menggambarkan keunikan dan problematika orang NTT yang cukup menarik untuk diketahui.

Kebudayaan Indonesia adalah puncak dari kebudayaan daerah, maka buku yang bertajuk NTT 100% INDONESIA ini merupakan salah satu kepingan mozaik dari kebudayaan Indonesia.

Jika berminat silahkan pesan…harganya Rp. 50.000,-

 

Nona, Malam ini…

Riuh malam ini, kemarin juga
Semua terlelap, engkau terjaga
Tak tega melihatmu, miris mendengarnya
Ada apa Nona?

Ini tengah malam nona,
Katanya biasa, tapi mengapa?
Jeritanmu tak biasa
Kepalamu menengadah

Apa yang engkau tatap?
Apa yang engkau ratap?
Kurang rapatkah pelukanku?
Apa gerangan yang berlaku?

Doapun tertutur
Garam dan beras juga ditabur
Jeritanmu perlahan melemah
Sungguh ampuhkah?

Nona, dirimu kudekap
Tidurlah yang lelap

Paulina Anindita Christy Fernandez

PAULINA, nama ini kusematkan padamu, kelak engkau tahu siapa pemiliknya

Engkau dielu-elukan sesukumu, karena engkaulah yang memperbaiki segalanya

Arti yang tidak menyusahkan, namun  membanggakan…

Nama ini menegaskan identitasmu, berbanggalah!

     Engkau menunjukkan karya Tuhan yang sempurna

      Sesempurna sosokmu yang mungil ini, ANINDITA menjelaskan demikian

      Tapi ingat! Tuhan membentukmu menurut citranya, ada makna yang Ia siratkan

      Teruslah  belajar, kenalilah dirimu maka engkau pun akan tahu

               CHRISTY semakin mencirikan dirimu, engkau generasi baru Kristiani

Tidak sekedar nama, tetapi juga doa…

Sandingkanlan karya dan doa dalam hidupmu,

dan jadikanlah cinta kasih sebagai nilai yang utama

                 FERNANDEZ, identitas yang engkau warisi

                      Identitas yg menjadikanmu bagian dari keluarga besar

                      Keluarga yang senantiasa akan menjagamu

                      Meski di sini engkau lahir, tanah leluhurmu bersorak gembira

Tak Mau Kupejamkan Mata ini (Balada Seorang Pejuang)

foursquare.com

foursquare.com

Cahaya mentari itu membentuk garis-garis putih, lurus menembus celah dedaunan yang lebat. Masih terasa hangat di wajah, namun pupil mata yang makin mengecil ini tak merasakan kilauannya. Mata ini hampir terpejam, namun hembusan angin yang sesekali menggetarkan rumpun bambu itu membuatku terjaga. Sayup-sayup desingan pelor yang disertai teriakan pilu masih terdengar. Tubuh-tubuh itu pun bergelimpangan di sekitarku. Aku tak mampu melihat wajah-wajahnya dengan jelas, namun kuyakin mereka teman seperjuanganku.

Apa yang kupertaruhkan? Hidup ini? aku ikhlas. Semua manusia pasti akan menemui ajalnya, saat seperti ini hanya ada dua pilihan bagiku merdeka atau mati! Pilihan ini masih membuatku cemas, takkan sia-siakah perjuanganku? Bukan hanya aku, tubuh-tubuh yang roboh tertembus pelor itupun meninggalkan semuanya demi jalan ini, jalan yang curam dan terjal. Jalan yang dapat merenggut nyawa kapanpun.

Read the rest of this page »

Arti Nama Bagi Orang Larantuka

sumber foto: gregoriuseldo.blogspot.com

Masa-masa menanti kelahiran anak pertama selalu “memainkan perasaan” kami (saya dan istri) karena semuanya bercampur aduk. Kami bahagia menyosong kehadiran anggota baru dalam keluarga, namun selalu harap-harap cemas setiap kali melakukan USG (Ultrasonografi), apalagi di saat hari kelahiran. Berharap semuanya berjalan dengan lancar, namun merasa cemas jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tentu saja berharap campur tangan Tuhan melancarkan segalanya.

Banyak hal yang mewarnai persiapan kami dalam menyambut “anggota baru” keluarga besar, termasuk memilih nama yang tepat baginya. Bagi kami memilih nama bukanlah persoalan sepele karena nama merepresentasi agama, budaya, harapan dan berbagai nilai lainnya, setidaknya bagi saya dan istri. Secara konvensional nama menjadi “gerbang utama” dalam memulai sebuah relasi sosial, berbeda dengan dunia maya yang lebih anonim. Kita bisa mengumpulkan sedikit informasi  sebelum mengenal seseorang lebih jauh. Hal ini penting karena sedikit informasi tersebut bisa menjadi “panduan” dalam berinteraksi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Read the rest of this page »

Syuradikara dan Cerita Anak Koster

Sumber/naked-timor.blogspot.com

Sumber/naked-timor.blogspot.com

Sebelas tahun meninggalkan Almamater Syuradikara dan belum pernah kembali, tentu saja membuat rasa rindu di hati ini belum sepenuhnya terbayar. Penggalan-penggalan kisah semasa di sekolah dan asrama terkadang membuat saya tertawa sendiri karena—sebenarnya—anak syuradikara memiliki sense of humor yang tinggi meski sering dibalut kenakalan. Berkaitan dengan hal ini, banyak kisah yang menjadi kenangan ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Syuradikara pada tahun 1998 hingga lulus di tahun 2001. Salah satu kisah itu berkaitan dengan tugas saya sebagai anggota Koster hingga akhirnya menjadi Ketua Koster.

Dipilih menjadi salah satu anggota Koster—biasanya tiap angkatan dipilih dua orang— merupakan bagian dari regenerasi, begitupun dengan pos-pos lain yang membutuhkan keterlibatan kami para siswa baru. Kebetulan Ketua Koster saat itu adalah Ka’e Aris Kelen yang masih memiliki hubungan darah dengan saya (orang tua kami bersaudara sepupu) sehingga ia memilih saya sebagai “penerusnya” dan patner saya Hendra (Enga) Kerans yang sebenarnya “dititipkan” oleh kakaknya—Jacky Kerans—yang seangkatan dengan Ka’e Aris Kelen, agar dapat mengubah sifatnya yang agak malas. Pemilihan kami berdua berlangsung saat makan malam dan besok kami mulai bertugas dengan bimbingan Koster senior yaitu Ka’e Berty Tokan. Read the rest of this page »

Mengenal Sub-bahasa Melayu Indonesia Timur

Indonesia121.jpg

Indonesia121.jpg

Kita semua sudah tahu bahwa bahasa Melayu telah menjadi Lingua Franca di Nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu menjadi “jembatan” yang menghubungkan para pedagang di Nusantara maupun dengan pedagang asing. Rasa ingin tahu saya selalu menggelitik bagaimana awalnya proses itu terjadi? Padahal Nusantara ini memiliki banyak sekali bahasa. Mungkin penutur bahasa Melayu cukup banyak dan lebih mudah dipelajari, tetapi fokus tulisan saya kali ini ingin menjelaskan bagaimana bahasa Melayu mengalami metamorfosis menjadi beberapa sub-bahasa yang hingga kini masih digunakan oleh sebagian masyarakat di kawasan Indonesia Timur.

Bahasa Melayu mengalami perkembangan pesat sejak kedatangan bangsa Portugis pada abad ke 16 masehi. Portugis yang berpusat di Malaka pada tahun 1511 berusaha menguasai rempah-rempah di timur Nusantara, maka bahasa Melayu pun menjadi penghubung saat itu. Selain perdagangan, penyebaran agama juga menjadi salah satu misi Portugis ketika datang ke Nusantara. Hal yang sama juga dilakukan oleh Belanda ketika tiba di Nusantara pada akhir abad ke 16. Maka misi dan zending berdampingan menyebarkan agama Kristen di Nusantara, khususnya wilayah Indonesia Timur. Bahasa Melayu pun semakin memainkan peranannya yang strategis di kawasan ini. Oleh karena itu, bahasa Melayu menjadi sub-bahasa pada beberapa daerah di Indonesia Timur terutama yang sebagian atau kebanyakan masyarakatnya beragama Kristen. Daerah-daerah tersebut memiliki bahasa daerah namun bahasa Melayu lebih populer dan menjadi bahasa di daerah perkotaan. Sebut saja Sub-bahasa Melayu Kupang, Larantuka, Manado, Ambon hingga Papua. Read the rest of this page »

Teknik Mengupas Mangga dan Stereotip

Ilustrasi/lihazna.blogspot.com

Ilustrasi/lihazna.blogspot.com

Tulisan ini akan saya mulai dengan sebuah pertanyaan bagi para pembaca “Bagaimana cara anda mengupas Mangga?” Tentu saja anda semua mengupas mangga dengan menggunakan pisau, namun yang sering berbeda adalah arah kupasan anda. Ada yang ke depan, ke belakang atau memutar tanpa memutuskan kulit mangga tersebut. Teknik yang terakhir jarang saya temukan, sejauh ini hanya ayah saya yang sering mempraktekkannya.

Teknik mungupas ke depan sering saya lihat ketika menginjakkan kaki pertama di tanah Jawa (Yogyakarta) pada tahun 2001 hingga sekarang. Di kampung halaman saya (NTT) teknik ini jarang saya temukan karena kebanyakan masyarakat setempat -termasuk saya dan keluarga saya- mengupas mangga dari arah depan ke belakang. Teknik yang membahayakan kata istri saya -waktu itu masih pacaran- karena dapat melukai tubuh orang yang mengupas mangga tersebut. Saat itu saya coba membela diri dengan mengatakan bahwa itu tandanya kami (orang NTT) berani -sejujurnya tidak semua seperti itu- namun istri saya langsung menghardik saya “Itu bukan berani tapi konyol! Gimana kalo kupas mangga tapi pisaunya bablas kena perut atau tangan? lebih baik mencegah! Hardikan istri saya ini mengubah cara saya mengupas mangga menjadi ke arah depan, meskipun sempat kesulitan. Read the rest of this page »

Nenek Isabela yang Bergelar Suanggi

13283071972087754189

Pada akhir dekade 80-an saat saya mulai meninggalkan masa balita dan memasuki sekolah dasar di kota Kupang –ibukota propinsi NTT–, sosok nenek Isabela “muncul” dan membekas dalam memori saya hingga sekarang. Nenek Isabela hadir dalam hidup saya bukan karena terjalin hubungan darah di antara kami, tetapi karena ia berasal dari kota yang sama dengan orang tua saya (Larantuka) di ujung timur pulau Flores. Oleh karena kota ini cukup kecil –luas kelurahan di kota ini hanya separuh dari kelurahan di pulau Jawa– maka masyarakatnya saling mengenal satu sama. Hal yang sama terjadi jika berada di perantauan, bahkan bykan hanya antar individu tetapi mencakup keluarga besar. Oleh karena itu orang tua saya mengenal nenek Isabela dan keluarganya begitupun sebaliknya.

Singkat kata nenek Isabela pun sering berkunjung ke rumah kami, namun karena kondisi ekonominya yang sulit maka setiap kali kunjungan ia selalu meminta uang, beras bahkan pakaian. Hal ini sering membuat orang tua saya bingung karena kondisi keluarga kami juga pas-pasan, apalagi mereka memiliki tiga anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Saat itu nenek Isabela beranggapan bahwa ekonomi kami sudah cukup mapan karena ayah saya yang bekerja sebagai PNS, padahal masih golongan IIb. Pada awalnya ibu masih memberikan uang dan beberapa sembako karena prihatin dengan kehidupannya, namun hal ini menjadikan intensitas kedatangan nenek Isabela ke rumah kami semakin sering. Tolakan secara halus ternyata tidak mengurungkan niatnya, ia malah makin mendesak ibu saya untuk memenuhi permintaannya. Read the rest of this page »

Lawar: Makanan Laut Mentah Ala Flores Timur

sumber: 17april.net

sumber: 17april.net

Jika orang Jepang terkenal dengan makanan laut yang masih mentah seperti sushi dan sashimi maka masyarakat Flores Timur memiliki Lawar yaitu makanan laut mentah yang menjadi pelengkap lauk pauk. Bahan makanan ini biasanya menggunakan beberapa jenis makanan laut seperti ikan teri, teripang (menawe) dan rumput laut (karang muda), namun ada juga daerah lain yang menggunakan cumi-cumi dan sejenis ubur-ubur –beberapa daerah di Flores Timur memiliki bahasa yang berbeda untuk jenis makanan ini.

Makanan ini merupakan masakan rumah yang cukup sederhana cara penyajiannya, bahkan orang yang jarang memasak pun bisa mengolahnya. Pertama makanan laut (Ikan Teri, Teripang dan Rumput Laut)  tersebut dibersihkan kemudian dipotong sesuai selera anda. Biasanya ikan teri dipotong menjadi dua atau tiga bagian sedangkan teripang yang ukurannya lebih besar dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil, bisa berupa potongan-potongan segi empat. Begitu juga dengan rumput laut yang tidak mungkin disajikan sesuai ukuran semula sehingga perlu dipotong lagi agar mempermudah saat memakannya. Read the rest of this page »